Posted by : Nurinaernest
Minggu, 23 Agustus 2015
"Bapak akan berangkat sekarang, Bu?" tanyaku pada Ibu. Aku segera membuka jendela. Dan aku melihat pemandangan langit sore yang luar biasa. Sejak kapan rumahku berada di atas langit seperti ini? Kereta-kereta gantung menghiasi langit yang nampak kemerah-merahan. Awan-awan nampak ceria dan bergumpal laksana marshmallow yang nikmat untuk dimakan sebagai santapan senja. Mulutku menganga seketika. Apa yang kulihat sangat indah, dan paling indah mungkin yang pernah kulihat. Dan aku masih percaya bahwa saat ini benar-benar sedang sore hari.
"Jadi, harus naik kereta gantung itu?" tanyaku.
"Ya, Bapakmu harus naik kereta gantung kalau ingin segera sampai tujuan."
***
Apa itu?
Kereta gantung seluncur? Tiba-tiba aku mendapati kereta gantung seluncur yang bisa dinaiki dengan hanya membayar dua ribu rupiah. Mataku berbinar dan aku sangat ingin menaiki kereta itu. Tetapi Ibu masih di luar sana. Sedangkan jalur kereta gantung itu dari dalam rumah dan hingga ke ujung sana. Aku berada di dalam rumah sendirian sekarang setelah Bapak berangkat pergi ke kantor karena urusan mendadak. Aku memanggil Ibu untuk segera kembali masuk ke rumah.
"Ibu.. Jangan berada di langit terlalu lama. Aku ingin naik kereta gantung seluncur itu..." kataku. Ibu menoleh padaku dan memandang heran.
"Kalau ingin naik segera naik saja. Tak perlu khawatir."
"Tapi aku ingin meluncur sampai jauh ke ujung sana, jadi pastinya jangan sampai rumah ini dibiarkan kosong, kan?" kataku sambil sedikit bermanja.
"Baiklah, Ibu kembali ke dalam rumah.." Ibu pun masuk kembali ke rumah dengan sedikit terpaksa. Aku justru semakin kegirangan dan berlari menuju ke arah kereta gantung seluncur itu.
Di dekat kereta gantung seluncur, nampak dua orang pemuda. Ternyata mereka adalah petugas peluncur kereta gantung itu. Aku segera meraih dompetku dan mencari uang dua ribuan. Ya, ketemu! Dan aku menyodorkan uang itu dengan ceria ke salah satu pemuda. Pemuda itu memberi tahu padaku untuk bebas memilih kemana aku harus duduk. Aku memandang sekitar. Ternyata yang berminat untuk naik kereta gantung seluncur masih sedikit karena banyak kursi kosong. Sangat disayangkan, padahal aku sangat bersemangat untuk menaikinya. Awalnya aku ingin duduk di kursi bagian depan, tapi akhirnya aku memilih duduk di barisan kedua. Dan dua pemuda itu nampak tersenyum melihat tingkahku yang sedikit kekanak-kanakan ini.
***
Aaaaaaaaaaaaaaaaa.....!!
Aku berteriak sangat kencang.
Kereta gantung itu meluncur lebih cepat dari roller coaster yang pernah kulihat. Selama ini aku belum pernah naik roller coaster itu tapi aku justru sudah menaiki kendaraan yang jauh lebih kencang. Bagaimana kedua pemuda itu mendorong kereta gantung ini secara manual hingga mampu bergerak meluncur sangat cepat? Padahal lintasan ini sangat berbahaya dengan ketinggian yang tidak dapat kuukur. Aku sangat salut dengan kedua pemuda itu.
Satu periode telah selesai. Di saat kereta bergerak semakin perlahan, kedua pemuda itu mengajakku berbincang. Mulai bertanya di mana aku bersekolah, jurusan yang kuambil, dan sebagainya. Kedua pemuda itu sangat ramah dan sesekali tertawa. Ya, dan kereta pun berhenti.
***
"Aku ingin meluncur sekali lagi." kataku penuh harap. Belum puas aku meluncur kencang satu kali tadi. Salah satu dari mereka pun mengajakku untuk meluncur tanpa aku harus membayar.
"Ya, tapi kita meluncur berdua saja, ya.." katanya.
"Berdua saja?" Aku bertanya heran.
"Ya, berdua saja.. Aku akan membantumu mendorong kereta gantung seluncur ini dari belakang, dan kita akan meluncur bersama.."
"Baiklah.."
Entah, aku menurutinya.
***
Aaaaaaaaaaaaaaaaa.....!!
Kini aku kembali berteriak lepas lagi. Ya, kali ini hanya berdua saja. Dengan salah satu dari mereka.
***
Kereta gantung yang meluncur dengan kecepatan tinggi. Seandainya aku dapat mengubah kecepatan kereta ini menjadi slow motion, aku akan lebih berbahagia. Aku tak sempat memandang awan-awan di sekeliling lebih lama bersamanya, hingga tiba-tiba kereta telah berhenti.
Tak lama aku mulai merasakan akan segera berpisah dengan mereka, kedua pemuda itu. Aku baru saja bertemu dengan mereka, tapi aku merasakan ada sebuah perasaan yang sangat nyaman di dalam hatiku. Sebuah perasaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya, bahkan kepada orang-orang yang telah lama kukenal.
Sesaat kemudian, kedua pemuda itu seperti sedang membicarakan sesuatu di belakangku. Sesekali tertawa, dan aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Tiba-tiba mereka mendekat padaku. Salah satu dari mereka menyodorkan sehelai sobekan kertas kosong berukuran sekitar 4x5 cm. Sisi-sisi kertas nampak kurang rapih, namun aku berhasil dibuat berdebar karenanya.
"Ha?" Aku bertanya-tanya. Pemuda itu mengangguk dan teman di sampingnya menyenggol sambil tertawa. Sepertinya sedari tadi dia sudah mendukung dan menyulutkan keberanian temannya itu untuk berhadapan denganku. Walau tanpa kata aku sudah memahami apa maksud pemuda itu. Mereka pun berlalu dan aku memandangi kertas ini dengan hati yang bergejolak.
Aku ingin segera menulis nomer ponsel di kertas ini, tetapi dadaku berdegup kencang hingga kemampuan menulis indahku seakan lenyap. Aku tak ingin tulisanku terlihat jelek oleh pemuda itu. Dan tanganku terus gemetaran, makin sulit dikendalikan. Kreek, haaaaa...... Dan tiba-tiba kertasnya robek. Keringatku mengucur deras, panik dan khawatir, takut tiba-tiba mereka kembali sebelum aku siap. Aku segera mencari kertas pengganti yang ada di sekelilingku. Dan mencari yang terbaik di antara kertas-kertas yang ada.
Setelah mendapati kertas pengganti, aku mulai berancang-ancang menulis nomer ponsel. Tapi otakku masih juga berpikir. Tanganku masih tetap gemetar, dan dadaku masih belum berhenti berdegup kencang. Ku beranikan diriku untuk memulai menulis. Dan tanpa kusadari, aku mulai menulis kalimat pembuka, permintaan maaf, sedikit basa-basi, kata pengantar, sangat panjang seperti sebuah cerpen. Tulisan yang sangat buruk karena tanganku yang sangat susah untuk diatur. Belum selesai aku menulis, terdengar langkah kaki yang mendekat ke arahku. Mereka sudah datang?! Aku panik dan terburu-buru ingin segera menyelesaikan tulisan ini, tapi tak juga selesai.
"Sudah?" tanyanya. Aku sangat takut dia kecewa.
"Beluum.." jawabnya.
"Selama itu?" tanyanya. Mungkin dia heran karena ternyata butuh waktu sangat lama untuk menuliskan sebuah nomer ponsel.
"Tapi tenanglah... Pasti aku akan memberikan kertas ini padamu, kok. Pasti selesai, pasti.." kataku sambil memohon agar tidak kecewa.
Aku belum bisa menafsirkan aura wajahnya saat itu hingga tiba-tiba langit sore yang indah telah menghilang dari pandanganku. Kereta-kereta gantung, awan-awan yang seperti marshmallow, semua hilang secara perlahan ketika aku membuka mataku. Dan ya, ternyata aku bermimpi.
***
Aku sedih karena nomer ponselku belum sempat tertulis.
Aku tidak tahu kapan aku bisa bertemu dengan kedua pangeran itu lagi.
Surakarta, 21 Agustus 2015
Aku ingin meluncur sekali lagi
Meluncur dengan kencang
Berteriak dengan kencang
Berteriak lepas, bebas
Bergembira
Hanya denganmu aku dapat merasakannya..
Aku ingin meluncur sekali lagi
dengan kereta gantung seluncur
dan marshmallow di sekelilingku
Related Posts :
- Back to Home »
- DAY BY DAY , SHORT STORY »
- Bertemu Dua Pangeran