Posted by : Nurinaernest
Kamis, 07 Februari 2013
“Kamu tidak bisa bernyanyi..” kata Melodi.
“Aku?..
Tidak bisa? Kenapa? Bukankah menyanyi itu hak?” aku menyangkal.
“Rasi..Dengarkan
sendiri suara kamu.. Suara kamu terlalu lembut untuk anak berusia enam belas
tahun. Terlalu kecil. Seperti suara anak kecil. Oh, tidak. Industri musik saja
mungkin akan sakit telinga mendengarmu bernyanyi.” Melodi mengejekku.
“Melodi..
aku kan ingin sedikit bercerita tentang mimpiku di usia enam belas ini.
Sebentar lagi kita lulus dari sekolah kita tercinta. Mimpiku adalah menjadi
musisi. Aku ingin bernyanyi seperti YUI!” aku berteriak dengan semangat meletup
di hadapan Melodi. Suasana sekolah sangat teduh dan sejuk. Di bawah naungan
Pohon Trembesi aku bercengkerama. Melodi memang sangat jujur dan tidak pernah
berbohong. Aku tahu suaraku seperti anak kecil. Mungkin bila seseorang hanya
mendengar suaraku saja, aku dikira anak berusia enam tahun. Ini sudah kodrat.
Tetapi aku menyayangi suaraku. Bukankah dengan berlatih, suaraku ini bisa
menjadi enak didengar dan menjadi khas di industri musik? Siapa sangka?
Keajaiban pasti datang.. Bukankah begitu? Aku yakin.
***
Malam
hari, aku asyik menonton televisi. Ada menonton sebuah ajang pencarian bakat
yang disiarkan di salah satu stasiun. Aku melihat dan mendengar ada seorang
anak perempuan yang bernyanyi dengan suara indah. Suaranya seperti anak berusia
20-an. Dia berusia 16 tahun! Suara serak-serak yang merdu di telinga. Aku
menunduk menatap lantai kamar. Aku, seperti ini. Aku takjub dengan suara anak
itu. Suara emas yang memukau para juri. Aku dapat membayangkan mungkin aku
tidak akan lolos bila aku ikut audisi tersebut. Aku tidak dapat mengekspresikan
mimpiku dengan kata-kata. Dan aku dikendalikan oleh kelemahan untuk tidak mempercayai
mimpiku sendiri. Aku menjadi muak menerima sesuatu yang bagus. Dan aku menjadi
sendirian. Aku minder. Tetapi bukan berarti aku menyerah.
Aku
melangkah menuju jendela kamar dan menatap bintang-bintang yang terlihat. Aku
bernapas di angin yang bertiup. Dari jendela kecil, aku bernapas panjang. Nafas dengan irama yang tak menentu. Tiba-tiba
seseorang menepuk bahuku pelan.
“Terus
kejar mimpimu. Ibu yakin kamu bisa, Rasi..” Aku menoleh.
“Ibu..”
Aku memeluk Ibu dengan kehangatan yang menyeruak. Ibu selalu memberi semangat
dan memantapkan apa yang ingin kuraih. Selalu optimis dan yakin bahwa aku bisa
melakukannya.
“Bagaimana
Ibu tahu?” tanyaku.
“Ibu
sudah tahu kalau Rasi suka menyanyi. Itu bagus. Ibu tahu kamu ingin bernyanyi
dan ingin dunia mendengar suaramu. Ibu yakin kamu bisa bila berusaha.” kata Ibu
menasehatiku. Aku tersenyum dan terharu.
“Ibu
selalu bisa membuat hatiku tersenyum.”
“Rasi..
coba tengok di langit sana. Banyak bintang bertebaran, kan? Perhatikan ada rasi bintang yang indah. Itu gugusan
bintang. Bayangkanlah itu gugusan mimpimu yang ingin kamu raih. Gugusan itu
terdiri dari banyak bintang. Salah satu bintang adalah mimpimu, dan
bintang-bintang lain adalah usahamu, semangatmu, orang-orang yang ada untuk
mendukungmu, dan semua akhirnya membentuk sebuah kesuksesan. Kesuksesan yang
tertata. Kamu harus bebas menentukan
pilihan hidupmu. Karena dengan begitu, kamu akan melangkah ringan.”
“Iya
Ibu.. Itu benar..”
***
Setelah
mendengar kata-kata Ibu, semangatku terpompa. Perasaanku sedikit berbeda dari
biasanya. Hari ini aku sambut hari yang cerah. Tak akan boleh ada lagi yang
menghalangi mimpiku, atau menggoyahkannya. Mimpiku di usia enam belas tahun.
Pagi
ini, Melodi tergopoh-gopoh menghampiriku. Ia membawa secarik brosur. Dengan
terengah-engah ia menyentuh pundakku dan berkata dengan penuh ambisi.
“Rasi,
aku mendapat kabar bahwa ada Les Vokal di kota ini. Ini Kelas yang baru akan diresmikan nanti sore. Apakah kamu ingin
ikut? Nanti kamu bisa mengembangkan kemampuanmu. Bukankah kamu ingin tampil di
acara perpisahan sekolah?” Melodi memberiku brosur yang masih fress. Aku
melihat di dekat gerbang sekolah terdapat anak-anak muda yang membawa kertas
semacam itu dalam jumlah banyak.
“Tidak,
Melodi. Terimakasih, tetapi aku ingin berkembang sendiri. Aku akan belajar
ototidak. Aku percaya pada kemampuanku.” kataku.
“Hm..
baiklah kalau begitu. Semangatlah. Buktikan bahwa kamu bisa,ya! Kalau kamu
bisa, aku tidak akan mengejekmu si suara anak kecil lagi..”
“Oke,
akan aku buktikan nanti!”
Beristirahat
dengan bersandar di tembok yang pecah di sekolah, aku berjanji aku akan
menunjukkan kalau aku dapat membuat mimpiku menjadi kenyataan. Mimpiku tidak
akan perbah terpecahkan laksana tembok ini. Aku tidak ingin kehilangan mimpiku
di usia enam belas tahun ini dengan seragamku yang terlempar. Bel sekolah
berbunyi. Dan kenyataan bergerak lebih cepat.
***
Setiap
hari aku bernyanyi. Lalala, aku menikmati setiap hariku. Bersepeda berangkat
sekolah aku bernyanyi, mengerjakan soal di papan aku bernyanyi, bernafas aku
bernyanyi, di kamar mandi aku bernyanyi, di jalan aku bernyanyi, di kelas aku
bernyanyi, dimana-mana aku bernyanyi, hingga aku mulai menikmati setiap laguku
dan lahirlah banyak lagu. Salah satunya adalah “Gugusan Mimpi”.
“Dalam
gelapnya malam engkau bersinar..
Kau terangi malamku dengan cahyamu..
Bintang, beri aku sinar..
Dalam titik cahyamu dari kejauhan,
ku kan
terbangkan rantai asaku..”
Lalala, aku merasa bahagia.
***
Hari
Perpisahan sekolah telah tiba. Semua tampak bahagia dengan baju toga
meneriakkan kelulusan mereka. Dengan gitar tuaku aku bersiap hingga pembawa
acara menyebut namaku untuk tampil ke
panggung. Ibu memandangku dan tersenyum. Kamu
pasti bisa! Itulah kata batin yang terpancar dari senyuman Ibuku.
“Rasi, dengan
lagu ciptaannya sendiri, Gugusan Mimpi!” Pembawa acara berteriak memanggilku.
Dengan langkah malu-malu aku mengambil gitarku dan naik ke atas panggung.
Sedikit berdehem, aku mulai bernyanyi dengan iringan akustik. Teman-teman
memandangku heran. Seorang Rasi berani tampil ke depan. Ini adalah keajaiban!
Jreng..
Jreng..Jreng..
“Lihatlah di langit sana…
Betapa bintang pancarkan sinarnya..
Dan
gugus itu adalah mimpi..
Adalah mimpi.. yang kan kau raih, dan terbangkan asamu..
Gugusan mimpi…
Rasi
bintang yang indah..
Gugusan mimpi..
Hiasi hari-hari..
Ku
dapat bernyanyi..
Ku
dapat bernyanyi..
Ku
kan jadi musisi.. tuk esok hari..
Mulai hari ini,…”
Suaraku
terdengar berbeda. Kini suaraku mulai berubah menjadi lebih baik daripada dulu.
Ini adalah kekuatan cinta dalam nada. Aku bernyanyi dengan cinta. Aku bernyanyi
dengan bahagia.
Prok ! Prok !
Prok!
Atmosfer
membahana mewarnai suasana. Tepuk tangan riuh terdengar tak henti-hentinya. Banyak
kata-kata terlontar, aku menikmatinya.
“Suara yang
lembut!”
“Suara yang
indah!”
“Suara seorang
Rasi!”
“Aku ingin
mendengarnya lagi!”
“Rasi,
ternyata kamu menunjukkan bahwa kamu bisa!” Melodi berteriak diantara ratusan
murid-murid. Generasi yang berubah ketika aku dengan kuat mempercayai mimpiku.
Inilah dia
yang kutunggu telah terwujud. Reaksi penonton!. Aku tarik kembali rasa pesimisku. Dan akhirnya kutetapkan pilihan, aku ingin menjadi musisi!
Wahai bintang, dengarkanlah suaraku. Aku akan menerbangkan rekaman suaraku ke
langit, dan meletakkan mimpiku disisimu. Tetaplah bersinar mimpiku!
TAMAT
Tema 11 #MelodiHijauOranye (My Generation)
Kata kunci: rantai, tarik, nafas,
bebas, rasi
Bagus, :D ceritanya bikin aku semangat. semangat nyanyi . hihi
BalasHapusfollow blogku juga ya http://ambrashinee.blogspot.com
Sankyuu :))
BalasHapusI like U'r blog too!! Followed.. Nice blog!
Aku juga pengen posting Hadiah-hadiahku :3 tapi nggak punya kamera.. hehe :D:D kapan-kapan posting juga ah.. :3
Let's singing together :3
BalasHapusKeren..
BalasHapus@Rini: Thankyou :))
BalasHapusbagus sekali,,:)
BalasHapusdi sekolahku juga ada trembesi lho :D
@elita widi: Sekolah kita Mbak Itaa.. hehe :3
BalasHapus