Posted by : Nurinaernest
Senin, 28 Januari 2013
Jalan kereta api sepi pagi ini. Hari-hari kulalui dengan biasa dan begini adanya. Aku tahu hidupku akan berubah apabila kan kucoba untuk memperbaiki mulai saat ini. Aku, Ernesia gitaris jalanan akan mencoba untuk meraih mimpi dengan mulai lantang di jalan penuh batu ini!
Saat
waktu mulai bergulir kutempuh
hari-hari disekolah, perlahan cobaan kian terasa menerpa. Aku adalah siswa
miskin cerdas yang tak memiliki biaya untuk meneruskan sekolah. Aku sudah tahu
itu. Ya, sudah tahu. Tak perlu aku bercerita lebih lanjut, tetapi pandangan
hatiku sangat sempit dan terasa menusuk. Hidup dengan kemiskinan membuat aku
tak tega melihat wajah ibuku yang sedih saat tak bisa memberiku uang saku.
Dengan gitar tuaku, aku hanya bisa menuliskan nada-nada diatas kertas untuk
menemani sepinya hidupku. Semakin dewasa,
aku mulai sadar, bahwa hidupku harus kutanggung sendiri. Tak kan lagi
menyusahkan ibuku.
Berkali-kali
teman-teman menghina keadaanku yang menyedihkan ini. Aku, dekil, dan tak level
dengan mereka yang tampil ‘wah’ di sekolah. Aku tak menyesalkan itu, asal
selalu ada gitar tuaku dengan setelan senar yang pas untuk menemani langkahku. Perlahan
mulai kutulis mimpi, asa, dan cita di atas lembar putih. Demikian panjang
hingga membentuk harmoni dan sebuah lagu. Aku ingin menampilkan lagu ini untuk
suatu pentas. Kau tahu untuk apa? Untuk sebuah ajang audisi yang selalu
ditunggu-tunggu remaja di kota ini.
Teman-teman
mungkin tak tahu kalau aku menonjol di bidang musik. Mereka hanya tahu bahwa
penampilanku tak menarik dan tak punya skill dalam bidang tari, akademis, atau
teater. Aku hanya murid biasa. Tapi aku senang dengan hidupku. Aku tak perlu
dianggap sebagai murid cemerlang, yang kuinginkan hanya sebuah pengakuan dunia bahwa aku punya faktor-X. Bahwa aku juga punya
nilai tambah. Ya, hanya itu.
Audisi
tinggal menunggu hari saja. Dengan penuh semangat aku berlatih setiap hari.
Berlatih menyanyikan lagu yang kucipta dengan iringan gitar tuaku. Ibu dengan
tersenyum manis selalu mendengarkanku.
Mimpiku..
Tiada lagi yang dapat
menghalangiku..
Walau angin kencang..
Dan sinar matahari
yang menyilaukan..
Kan kuhadapi..
Dengan langkah percaya
diri..
Walau terkadang gila,
namun ku kan terus maju..
Oh… Aku kan seperti
burung yang terbang..
Seperti awan yang
ringan dan bebas…
Kereta semangatku kan
melaju…
“Bagus,
Ernesia..” puji Ibu sambil bertepuk tangan. Aku tersenyum.
“Ini
hanya sepenggal Bu. Dan masih perlu banyak penyempurnaan.”
Aku
sangat berambisi untuk dapat lolos audisi ini. Karena aku butuh banyak uang
untuk sebuah perubahan. Aku ingin
sekolah. Itulah alasanku. Aku tahu Ibu menyembunyikan hal ini padaku. Ibu sudah
tak kuat membayari sekolahku tetapi diam saja. Ini benar-benar gila! Aku tak
mau terus-terusan dibohongi dengan senyuman manis Ibu yang melegakan hatiku. Aku
harus maju dan membantu Ibuku!
Hari
audisi akan segera dimulai. Aku harus bersiap karena audisi bertempat di Ibu
kota. Dengan gitar tuaku aku melaju. Aku berpamitan dengan Ibuku dan sudah
memesan tiket kereta dengan harga paling murah. Jinsku mulai luntur saat melalu
kereta bawah tanah. Ini adalah jins hadiah dari ayahku saat ulang tahun ke-17.
Aku tak punya jins yang lebih baik lagi.
Di
balik jendela kereta, kulihat bocah kecil dengan riang melambaikan tangan.
Dengan wajah tanpa beban terlihat, dia tersenyum padaku. Aku ingin sekali
mengatakan padanya agar dia lebih sopan karena senyuman itu terlihat mengejek.
Ya, dia seperti meledekku. Aku tak terima, tetapi aku tetap diam saja. Ini
tidak ada gunanya. Tidak ada harapan karena semuanya tak akan berubah menjadi
lebih baik karena aku mendiamkannya. Aku semakin tak mengerti dengan keadaan
ini tetapi aku mencoba untuk mengabaikannya. Oh Tuhan, itu sangat kejam kukira.
Kerja
ya kerja,. Belajar, ya belajar..!
Itulah
raut wajah anak itu menceramahiku. Aku tahu apa maksudnya tetapi aku tak
mengiyakannya. Anak itu memang pengamen kereta, tetapi aku mneyebut diriku
sebagai gitaris kereta karena sering memainkan lagu-lagu yang lebih berbobot.
Lagu ciptaanku sendiri. Apa itu salah?
Aku
selalu mencintai mimpi dan keinginanku sehingga aku selalu tak peduli bahwa
orang lain tak suka apa yang kuinginkan. Aku akan tetap melakukannya hingga
berhasil Itulah yang akan kuperjuangkan.
Aku
mencengkeram gitar tuaku dan menyanyikan lagu sendirian di dalam kereta ini…
Aku
berharap aku bisa menang dan memperbaiki nasibku lebih baik lagi..
-Buku Harian Ernesia-